News

PERKEMBANGAN CARA BERJALAN ANAK

PERKEMBANGAN CARA BERJALAN ANAK

Perkembangan mengacu pada perubahan fisik dan pematangan yang terjadi seiring bertambahnya usia anak. Proses perkembangan mencakup banyak aspek antara lain perubahan bentuk tubuh, tetapi yang paling utama adalah perubahan fungsi yang mengubah manusia menjadi mahluk yang semakin kompleks. Salah satu fungsi paling penting dan yang sering dinilai pada anak adalah cara berjalan. 1

Pada dasarnya tidak terdapat usia pasti kapan anak perlu mulai belajar jalan. Kemampuan anak untuk berjalan ditentukan berdasarkan sebuah konsep yang dikenal sebagai ‘motoric development milestone’. Setiap tahap perkembangan milestone dicapai berdasarkan pertumbuhan otak dari setiap anak dan usia anak untuk mencapai tiap tahapan dapat berbeda satu dengan yang lainnya. Perkiraan usia di mana anak-anak biasanya mencapai berbagai keterampilan motorik kasar adalah sebagai berikut:2

Pada usia 7 – 9 bulan sudah mulai dapat merangkak

Pada usia 12 bulan sudah mulai dapat berjalan dengan bantuan

Pada usia 12 – 16 bulan sudah mulai dapat berjalan tanpa bantuan

Pada usia 18 bulan sudah mulai dapat berlari dan juga dapat menaiki tangga dengan bantuan

Pada usia 2 tahun sudah mulai dapat menaiki tangga tanpa bantuan

Pada usia 3 tahun sudah mulai dapat menuruni tangga dengan bantuan dan pada tahun ke 4 dapat menuruni tangga tanpa bantuan


Perkembangan cara berjalan dimulai setelah anak melalui batu lompatan perkembangan yang sebelumnya sudah dijelaskan. Saat otot, tulang, dan sendi anak sudah cukup kuat maka secara alami anak akan berusaha untuk berjalan mandiri tanpa tumpuan dan bantuan. Anak- anak biasanya memiliki ciri khas saat berjalan yaitu jarak antar kaki yang lebar (mengangkang), lutut, panggul dan tangan yang sedikit tertekuk serta gerakan yang sering timbul secara tiba-tiba.2


Seiring perkembangan dan pematangan sistem saraf dan otot pada anak, ciri- ciri yang biasa dijumpai pada anak akan menghilang perlahan- lahan, gerakan menjadi lebih halus, langkah menjadi lebih panjang dan kecepatannya juga akan semakin bertambah. Pada usia 3 sampai 5 tahun, anak akan mencapai gerakan berjalan yang sama dengan manusia dewasa.



Fungsi dari Gait atau cara berjalan adalah untuk menghantarkan seseorang dari satu titik ke titik lainnya. Energi yang dibutuhkan untuk berjalan dapat dihitung berdasarkan oksigen yang diambil dan terpakai, pada anak- anak dibawah usia 12 tahun energi yang dibutuhkan lebih banyak daripada remaja. System syaraf berperan penting pada cara berjalan anak karena cara berjalan anak berubah sepanjang proses pematangan system syaraf. Bayi biasanya berjalan dengan lutut dan lengan yang tertekuk dan lebih mengangkang daripada anak- anak yang berusia lebih tua. Jika terdapat gangguan pada system syaraf contohnya cerebral palsy maka cara berjalan yang normal juga akan terganggu.1

Cara berjalan terdiri dari dua fase yaitu, fase Stance dan Swing. Stance phase adalah waktu diantara kaki kontak dengan tanah dan menyokong berat tubuh. Kebalikannya adalah swing phase yang berarti kaki atau anggota tubuh terangkat dari tanah dan maju ke depan. Stance phase mengambil hamper 60% dari siklus berjalan sedangkan Swing phase hanya 40% dari seluruh siklus berjalan. Kedua fase ini dapat dibagi lebih lanjut :1

  1. Stance phase

Fase ini dimulai saat kaki menginjak tanah, sering juga disebut heel strike atau initial contact. Selanjutnya, respon terhadap gaya tersebut muncul sebagai plantar fleksi pada kaki. pada saat midstance tulang tibia maju kedepan dan akhirnya tumit terangkat pada saat- saat terakhir dari fase ini. Pada fase ini dapat dibagi menjadi fase Single limb support dan double limb support. 

     2. Swing phase

Fase ini terdiri dari tiga subfase yang berbeda yaitu, initial swing, midswing, dan terminal swing. Initial swing dimulai saat jari- jari kaki terangkat dan selanjutnya kaki terangkat dari tanah sehingga anggota tubuh maju kedepan. Midswing dimulai saat kaki yang berayun melewati kaki sebelahnya yang bertumpu, lutut ekstensi atau menjulur dan kaki bergera maju sesuai arah Swing arc.Terminal swing muncul di akhir fase ini sebagai gerakan otot yang menghentikan gerakan mengayun dari kaki yang berayun kedepan, dan mempersiapkan kontak awal dengan tanah, akhirnya satu siklus berjalan sudah lengkap.

Sumber : Tachdjian’s Pediatric Orthopaedics Sixth Edition. Gait Analysis.


Waktu yang dibutuhkan pada setiap fase berjalan ini sama pada setiap individu normal. Pada saat kecepatan berjalan seseorang meningkat, waktu yang dialokasikan untuk subfase Double limb support berkurang. Saat berlari, subfase Double limb support tidak ada atau hilang dan digantikan dengan double limb float, ini adalah periode disaat kedua kaki tidak ada yang menginjakkan tanah.1

Pemeriksaan cara berjalan dapat didasarkan pada 3 cara yang berbeda:2

  1. Pemeriksaan Skrining

Evaluasi cara berjalan merupakan bagian dari standar pemeriksaan skrining dan biasanya dilakukan di area terbuka yaitu ruang praktek dokter.Sumber : Fundamental of Pediatric Orthopaedics Fifth Edition. Gait Evaluation.


2. Pemeriksaan observasi klinis

  • Pemeriksaan ini diindikasikan jika;
  • Keluarga melaporkan sang anak pincang
  • Terdapat kelainan pada saat pemeriksaan skrining
  • Terdapat temuan fisik yang menunjukkan adanya penyakit yang akan mengganggu cara berjalan anak

Algoritma pemeriksaan cara berjalan anak

Sumber : Fundamental of Pediatric Orthopaedics Fifth Edition. Gait Evaluation.


Di ruang praktek dokter, sang anak diobservasi cara berjalannya dari depan,belakang dan kedua sisi jika memungkinkan. Perhatikan juga sepatu anak untuk melihat adanya pemakaian sepatu yang abnormal. Menipisnya sepatu pada bagian tumit (tanda panah merah) adalah bukti adanya equinus gait pada kaki kiri anak tersebut. Menipidnya sepatu pada bagian jari kaki mengindikasikan adanya derajat equinus yang lebih parah (tanda panah kuning) pada anak dengan spastik diplegia.





Sumber : Fundamental of Pediatric Orthopaedics Fifth Edition. Gait Evaluation.


3. Analisa cara berjalan dengan instrumentasi

Cara berjalan dapat diperiksa menggunakan kamera video untuk merekam dan mengobservasi secara visual. Cara yang lebih canggih dapat juga digunakan, termasuk dinamik elektromiografi, selanjutnya nilai yang didapat akan dibandingkan dengan nilai yang normal.


Sumber : Tachdjian’s Pediatric Orthopaedics Sixth Edition. Gait Analysis.


Terdapat berbagai kelainan kongenital pada tungkai bawah yang dapat mempengaruhi perkembangan pola berjalan dan pada akhirnya mengakibatkan kelainan atau abnormalitas pada siklus gait seorang anak. Beberapa kelainan kongenital tersebut antara lain:3

Fibular hemimelia à kelainan kongenital yang ditandai adanya kegagalan pembentukan sebagian atau seluruh tulang fibula yang mengakibatkan terjadinya subluksasi talokalkaneal ke sisi lateral. Secara anatomis, kasus agenesis fibula ini dapat diklasifikasikan menjadi:

Klasifikasi Avhterman-Kalamchi

Tipe IA

Epifisis proksimal fibula distal terhadap lempeng pertumbuhan dan berukuran lebih kecil, lempeng pertumbuhan distal terletak lebih proksimal

Tipe IB

>50% fibula proksimal tidak terbentuk, distal fibula terbentuk namun tidak dapat memopong sendi pergelangan kaki

Tipe II

Fibula tidak terbentuk sama sekali


Secara fungsional, kelainan ini dapat diklasifikasi sesuai klasifikasi Birch:


Klasifikasi Birch

Tipe I

Kelainan pembentukan fibula dengan pergelangan kaki yang stabil namun mengakibatkan kelainan panjang tungkai kanan dan kiri

IA

Pemendekan 0% - < 6%

IB

Pemendekan 6% - 10%

IC

Pemendekan 11 – 30%

ID

Pemendekan >30%

Tipe II

Kelainan pembentukan fibula dengan pergelangan kaki yang tidak stabil

IIA

Ekstremitas atas normal

IIB

Terdapat kelainan fungsional ekstremitas atas



Gambar X. Fibular hemimelia Tipe II



Gambar X. Gambaran radiologis dan klinis hemimelia fibula

Proximal focal femoral deficiency (PFFD) à Pembentukan abnormal proksimal femur dan asetabulum yang mengakibatkan adanya gangguan stabilitas dan mobilitas sendi panggul dan sendi lutut, serta mengakibatkan malorientasi, malrotasi, kelainan panjang tungkai, dan kontraktur jaringan lunak pada panggul dan lutut. PFFD dapat diklasifikasi menurut osifikasi tulang femur dan range of motion sendi panggul dan lutut.

Klasifikasi Paley

Tipe I

Tulang femur intak, pergerakan sendi panggul dan lutut normal

Osifikasi femur proksimal normal

Osifikasi femur proksimal terlambat

Tipe II

Pseudoartrosis mobil dengan sendi lutut normal

Kaput femur dapat bergerak dalam asetabulum

Kaput femur tidak terbentuk atau kaku di asetabulum

Tipe III

Defisiensi diafisis femur

Pergerakan lutut > 45o

Pergerakan lutut < 45o

Femur tidak terbentuk

Tipe IV

Defisiensi distal femur


Pseudoartrosis kongenital tibia à Kelainan diafisis tibia yang mengakibatkan peningkatan terjadinya fraktur patologis dan pembentukan kista dalam kavitas medular tulang. Ditandari dengan terjadinya tulan tibia yang melengkung secara anterolateral sejak awal kehidupan dan disertai adanya pseudoartrosis primer atau sekunder. Klasifikasi Anderson membagi pesudoartrosis tibia berdasarkan kondisi morfologi tulan; displastik, kistik, late, dan clubfoot. Klasifikasi El-Rosasy-Paley membagi pseudoartrosis berdasarkan beberapa parameter.



Klasifikasi El-Rosasy-Paley


Ujung tulang berdasarkan X-ray

Pergerakan pseudoartrosis

Riwayat operasi

Tipe I

Atrofik

Mobil

Tidak

Tipe II

Atrofik

Mobil

Operasi gagal

Tipe III

Hipertrofik

Kaku

Ya / tidak



Gambar X. Pseudoartrosis tibia


Pola jalan (gait) abnormal

Gait patologis dapat disebabkan berbagai penyebab namun pada dasarnya akan mempengaruhi setidaknya salah satu dari empat kategori fungsional, antara lain:4

  • Deformitas

Deformitas fungsional terjadi apabila terjadi gangguan jaringan lunak yang mengakibatkan hambatan mobilitas (pergerakan) pasif sendi sehingga kemampuan anak untuk mempertahankan postur dan range of motion normal terganggu, terutama saat berjalan. Gangguan deformitas fungsional paling sering disebabkan karena adanya kontraktur, permukaan sendi yang abnormal, dan ankilosis. Pada pergelangan kaki, kontraktur fleksi plantar mengganggu pergerakan jalan terutama pada stance phase dan swing phase. Kontraktur pada sendi lutut menghambat pergerakan saat swing phase saat mobilitas paha dan juga meningkatkan energi yang dibutuhkan untuk menjaga stabilitas lutut. Kontraktur pada sendi panggul mengakibatkan peningkatan gaya yang terjadi pada punggung dan ekstensor panggul.

  • Kelemahan otot

Kelainan yang mengakibatkan otot melemah seperti poliomyelitis, Guillain-Barre syndrome, distrofi otot, dan atrofi otot. Meskipun mengganggu pergerakan pada awalnya, anak biasanya akan menemukan cara atau mengendalikan otot lain untuk membantu dalam menjaga stabilitas dan pergerakan. Apabila kelainan ini disertai gangguan pengendalian otot atau kontraktur pada otot cadangan, maka dapat mengakibatkan otot tersebut overuse atau terlalu dipaksakan sehingga cepat kelelahan.

  • Gangguan pengendalian pergerakan

Disebaban karena adanya penurunan propriosepsi sehingga anak tersebut tidak mengetahui posisi tungkainya dengan pasti saat bergerak, sehingga menghambat kemampuan tubuh untuk melakukan pergerakan-pergerakan mikro dalam menjaga stabilitas.

  • Nyeri

Nyeri yang berasal dari sendi dapat mempengaruhi pola jalan anak karena anak akan cenderung untuk menghindari posisi atau pergerakan yang menimbulkan nyeri tersebut. Nyeri yang disebabkan karena deformitas atau peningkatan tekanan sendi menyebabkan anak untuk tidak dapat mempertahankan postur normal saat berdiri tegak atau berjalan.


Masing – masing kondisi ini dapat menyebabkan bermacam- macam pola berjalan yang salah atau lebih dikenal dengan “pincang”.5

Beberapa pola berjalan yang salah antara lain :5


  1. Antalgic Gait, merupakan pola berjalan yang salah yang paling sering ditemui, penyebab terseringnya adalah nyeri pada tubuh bagian bawah atau terkadang pada punggung. Ciri khas pada pola berjalan ini adalah anak menghindari untuk memijakkan kaki terlalu lama pada kaki yang sakit. Penyakit tertentu yang menghasilkan pola berjalan seperti ini adalah gangguan saraf tulang belakang dan infeksi pada tulang belakang.
  2. Tredelenburg Gait dapat ditemui pada pasien yang menderita penyakit Develeopmental Dysplasia of the Hip (DDH), Coxa Vara, Slipped Capital Femoral Epiphysis (SCFE) sehingga otot tertentu pada panggulnya melemah. Pada saat berjalan akan anak tampak miring ke arah panggul yang mengalami kelainan.




3. Spastic Gait seperti yang sering dijumpai pada pasien Cerebral Palsy, hal ini dikarenakan adanya ketidakseimbangan aktivitas antar otot dan juga otot biasanya lebih tegang.

4. Proximal Muscle Weakness Gait sering dijumpai pada anak- anak dengan gangguan Muscular Dystrophy. Saat mencoba berdiri, anak menggunakan tangan dan lengannya untuk menopang dan berdiri.


5. Short Limb Gait seringklai ditemu pada anak dengan panjang kaki yang berbeda. Untuk mengimbangi kaki yang lebih panjang, anak akan berjalan dengan menggunakan jari- jari kaki pada kaki yang lebih pendek.



  Jun 02, 2021

See More

Apa Itu Osteoarthritis Lutut

Apa itu Osteoarthritis lutut



Osteoarthritis masih merupakan istilah yang kurang populer di masyarakat awam. Osteoarthritis atau lebih mudahnya disingkat OA merupakan suatu kondisi sendi yang sangat umum ditemukan terutama pada usia lanjut, walaupun tidak menutup kemungkinan OA ini bisa terjadi pada usia lebih muda.


Di sisi lain, istilah “pengapuran sendi” merupakan istilah yang cukup sering kita dengar sehari-hari. Akan tetapi, terminologi “pengapuran sendi” ini sering kali menimbulkan persepsi yang menyimpang dalam benak awam. Kata pengapuran sendi ini dalam Bahasa Indonesia sebenarnya merujuk pada osteoarthritis sendi.


Pada era keterbukaan informasi seperti saat ini, informasi-informasi seputar kesehatan sangat mudah untuk didapatkan, baik informasi yang benar maupun informasi yang tidak dapat dipertanggungjawabkan. Hal ini tentunya dapat merugikan seseorang yang sedang mengalami kondisi penyakit. Begitu banyak informasi yang diterima, baik melalui internet, majalah, media sosial, bahkan sampai komentar atau pendapat awam disekitarnya. Apabila seseorang mengeluhkan kondisi nyeri lutut, dalam sekejap tiba-tiba semua orang dekat maupun kerabat segera melontarkan seribu satu pendapat dan solusi yang mereka klaim adalah yang terbaik. Segala teori baik ilmiah maupun adat kebiasaan membanjiri pikiran anda dalam sekejap mata. Dalam artikel ini penulis mengajak para pembaca untuk mengenal lebih dalam apa yang dimaksud dengan osteoarhritis (OA) lutut.


Kata pengapuran sendi mempunyai arti yang cukup membingungkan untuk orang awam. Kamus Besar Bahasa Indonesia menjelaskan bahwa kata “pengapuran” ini adalah pengerasan karena terbentuknya garam kalsium pada jaringan daging, tulang, atau gigi. Pengapuran sendi bagi orang awam sering memberi pengertian salah bahwa ada suatu zat kapur pada sendi, padahal arti dari istilah pengapuran sendi tersebut melenceng jauh dari zat kapur pada sendi.


Pengapuran sendi lutut sebenarnya adalah suatu gangguan sendi perifer kompleks dengan faktor resiko multipel yang dinamakan sebagai osteoarthritis (OA). OA lutut merupakan jenis arthritis lutut tersering yang ditemukan (selain arthritis rheumatoid, arthritis paska trauma dan lain sebagainya). Kondisi ini terjadi paling sering pada individu berusia 50 tahun keatas, tetapi dapat juga terjadi pada usia lebih muda. Osteoarthritis diakui sebagai masalah kesehatan publik mayor. Kondisi ini merupakan salah satu penyebab utama disfungsi individu yang mengurangi kualitas hidup di seluruh dunia. Beban penyakit OA lutut diperkirakan akan meningkat, seiring dengan bertambahnya masalah obesitas dan usia.




Gambar 1. Ilustrasi sendi normal (kiri) dan sendi OA (kanan)


Pada OA lutut terjadi disintegrasi





struktur tulang rawan sendi lutut menjadi lebih lunak dan rusak, disertai pertumbuhan tulang rawan baru yang tidak sempurna, dan taji (osteophytes) disekitar sendi (gambar 1). Fakta basis molekular dari OA sudah diterima oleh ilmuwan diseluruh dunia. Walaupun kalangan medis dan ilmuwan menerima bahwa OA berhubungan dengan beban mekanik repetitif, genetik dan penuaan, penyebab pasti dari OA masih belum diketahui.


Nyeri, bengkak dan kaku sendi merupakan gejala utama pada arthritis sendi. Gejala lain juga terdapat kelemahan otot paha, deformitas bentuk tungkai (kaki O / kaki X) atau bunyi sendi saat ditekuk-luruskan akibat pergesekan permukaan sendi yang tidak rata. Kelemahan otot yang terlibat dalam fungsi sendi lutut akan memperburuk kondisi seseorang, dimana kemampuan individu untuk beranjak dari duduk, berjalan, atau naik tangga akan terganggu.


Secara garis besar, gejala OA lutut ditandai oleh perubahan struktural di “dalam” dan di “sekitar” lutut. Hal ini meliputi lapisan tulang rawan yang hilang/terkikis, pembentukan osteophytes. Hal tersebut dapat didemonstrasikan dengan pemeriksaan Xray, dimana tingkat keparahan OA lutut dinilai dari berkurangnya celah sendi (joint space loss) dan munculnya “taji” (osteophytes).



Gambar 2. Xray lutut normal (kiri) dan lutut OA (kanan)

Selain perubahan pada struktur “keras” diatas, juga terjadi perubahan pada jaringan lunak, diantaranya adalah: hiperplasia sinovium dan efusi sendi (produksi cairan sendi berlebih).

Faktor resiko mayor dari OA lutut adalah usia, obesitas, trauma sendi, beban kerja berat. Faktor-faktor resiko OA lutut dapat dikategorikan ke dalam faktor resiko sistemik (usia, jenis kelamin, genetik, dan overweight), dan faktor biomekanik lokal (cedera sendi, malalignment, dan kelemahan otot). Penuaan / usia merupakan faktor utama pada kondisi OA. Dampak obesitas terhadap OA adalah melalui penyaluran beban berlebih pada sendi sehingga menyebabkan kerusakan pada lapisan tulang rawan sendi. Obesitas bukan hanya mempengaruhi OA melalui proses mekanikal beban, melainkan juga melalui jalur metabolik.


Cedera sendi bukan merupakan hal yang dapat dianggap remeh. Cedera sendi meningkatkan resiko OA sebesar 3x pada wanita dan 5-6x pada pria. Struktur sendi yang tercedera seperti ACL (anterior cruciate ligament, meniscus/bantalan sendi) terbukti dapat meningkatkan kejadian OA dalam beberapa tahun paska trauma.


Beban aktivitas fisik dan kerja yang berat juga merupakan faktor resiko penting terhadap OA. Beban aktivitas berat dapat meningkatkan resiko OA pada individu dengan obesitas, terutama yang melibatkan posisi menekuk lutut berulang atau menumpu beban berat. Di sisi lain, aktivitas fisik sedang dan reguler seperti jogging ringan, atau aktivitas fisik rekreasional dengan intensitas sedang dapat mengurangi insidens OA lutut, dengan syarat tidak ada cedera lutut sebelumnya.


Tujuan utama dan terpenting dari tatalaksana OA lutut adalah mengendalikan nyeri dan memperbaiki fungsi sendi lutut. Penanganan OA lutut tidak selalu harus dicapai dengan operasi. Tatalaksana OA lutut harus didasarkan pada evaluasi riwayat pasien secara menyeluruh, pemeriksaan fisik paripurna, dan pemeriksaan radiologis yang sesuai. Progresivitas OA yang bersifat cenderung lambat, memberi peluang bagi klinisi untuk melakukan pendekatan tatalaksana yang algoritmik dan tertata. Formulasi tatalaksana OA bersifat individual untuk tiap orang, tiap pemberi pelayanan kesehatan harus melihat lebih dekat tiap aspek kehidupan yang bersangkutan dengan kondisi OA.

Secara garis besar, tatalaksana OA lutut dapat dibagi ke dalam 2 kelompok besar:

Non operatif

Non-farmakoterapi (edukasi, kontrol faktor mekanik, alat bantu berjalan, ice & heat)

Terapi manual (taping, electrotherapy, dll)

Latihan fisik (penguatan otot, peregangan otot)

Farmakoterapi / obat minum

Terapi simtomatis (Genicular nerve radiofrequency ablation)


Operatif

Tatalaksana operatif merupakan momok bagi masyarakat, khususnya di Indonesia. Kata “operasi” selalu dikaitkan dengan ketakutan dan horor bagi individu yang mendapat penjelasan dari pemberi layanan kesehatan. Ini merupakan salah satu penyebab mengapa awam sangat enggan untuk berkonsultasi dengan pemberi layanan kesehatan, oleh karena stigma operasi yang sangat menakutkan melekat di benak awam.

Tidak semua OA lutut membutuhkan penanganan operasi, banyak faktor yang perlu dipertimbangkan dalam hal identifikasi sumber nyeri lutut, kondisi fisik dan psikologis pasien, derajat keparahan OA lutut, dan harapan serta realita yang bisa tercapai melalui pilihan-pilihan penananganan OA lutut. Penulis ingin mengajak masyarakat untuk bersikap rasional dalam hal penanganan OA lutut. Sangat diperlukan transfer informasi yang tepat dan akurat mengenai OA lutut yang diberikan oleh pemberi layanan kesehatan yang kompeten. Hal ini diperlukan untuk menghindari informasi-informasi tidak akurat yang didapat, yang akhirnya diadopsi oleh awam dan pada akhirnya akan menyebabkan persepsi awam yang makin menyimpang.

Penanganan operatif pada OA lutut diformulasikan seakurat mungkin untuk mengidentifikasi masalah tiap individu kemudian menuangkannya dalam suatu prosedur operasi yang diperhitungkan secara matang dalam rangka mencapai tujuan akhir terapi


Gambar 3. Ilustrasi tatalaksana operatif

Joint replacement



yaitu: mengontrol nyeri dan merestorasi fungsi sendi lutut. Hal ini dapat dicapai melalui:





Join replacement

Re-alignment osteotomy & biological engineering


Kesimpulan

OA lutut merupakan masalah publik global dan merupakan penyebab disabilitas kronik pada populasi dewasa tua. Gejala OA meliputi gangguan fungsi signifikan, dan juga gejala serta tanda peradangan seperti nyeri, bengkak dan hilangnya mobilitas. Tatalaksana non-operatif telah terdokumentasi efektif dapat mengurangi nyeri dan disabilitas. Tatalaksana operasi

bila dilakukan dengan selektif dan tepat dapat mengembalikan kualitas hidup tiap individu untuk dapat berfungsi di lingkungan sosial dengan baik.


Penulis : dr. Ricky Edwin Pandapotan Hutapea, Sp.OT(K)

  May 24, 2021

See More

Osteoarthritis, apa penyebab, gejala, da...

Osteoarthritis, apa penyebab, gejala, dan tatalaksananya

Konten Media Sosial PABOI, Narasi Awam


Prof. Dr. dr. Ismail Hadisoebroto Dilogo, Sp.OT(K)


Osteoarthritis merupakan penyakit kronis pada sendi dimana terjadi peradangan dan pengapuran pada sendi akibat kerusakan tulang rawan. Penyakit ini merupakan penyakit pada sendi yang paling sering dialami oleh masyarakat di dunia. Pada osteoarthritis, terjadi penipisan dari tulang rawan dan akan semakin memburuk jika tidak ditangani sejak dini. Mengingat fungsi tulang rawan ini adalah sebagai pelindung agar tulang tidak saling bergesekan secara langsung, pada osteoarthritis terjadi gesekan antar tulang di sendi ketika bergerak. Meskipun dapat terjadi pada semua sendi, osteoarthritis lebih sering terjadi di sendi – sendi besar penopang berat badan tubuh seperti di lutut, pinggul, dan tulang belakang.




Faktor risiko yang dapat meningkatkan risiko seseorang mengalami osteoarthritis meliputi:

  • Usia lanjut
  • Jenis kelamin wanita
  • Kegemukan
  • Riwayat cedera pada sendi
  • Riwayat anggota keluarga kandung yang mengalami osteoarthritis
  • Kelainan bentuk lutut seperti bentuk “O” ataupun “X”
  • Beraktivitas atau bekerja yang membebani sendiri
    secara terus menerus

Gejala awal yang dirasakan pada osteoarthritis antara lain :

  • Nyeri sendi terutama saat atau setelah beraktivitas
  • Kaku pada sendi (paling sering dirasakan saat bangun tidur)
  • Sensasi seperti retak atau meletus jika dirasakan dengan tangan saat sendi digerakan
  • Benjolan tulang yang terasa keras di area sekitar sendi
  • Bengkak sendi karena proses peradangan
  • Melemahnya otot dan berkurangnya kekuatan otot

Untuk dapat memastikan diagnosis ini tentunya dokter akan melakukan wawancara medis dan pemeriksaan terlebih dahulu, juga ditunjang dengan pemeriksaan rontgen hingga MRI pada sendi yang dikeluhkan.


Penanganan osteoarthritis dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu dengan obat dan tanpa obat. Untuk penanganan tanpa obat, yang terpenting adalah modifikasi gaya hidup. Modifikasi gaya hidup yang dimaksud disini adalah mengurangi berat badan, menjaga pola makan, memilih olahraga yang tidak membebani sendi (Contoh pada lutut, pilihan olahraga seperti berenang atau sepeda statis) dan latihan penguatan otot. Tanpa modifikasi gaya hidup yang disiplin, maka penanganan dengan obat juga tidak dapat maksimal.

Penanganan dengan obat pada osteoarthritis berjenjang, dimulai dari obat anti nyeri seperti paracetamol dan anti-radang hingga ke obat dengan anti-nyeri dengan golongan yang lebih kuat. Selain itu, fisioterapi juga sangat penting dalam penanganan osteoarthritis, khususnya untuk melatih kekuatan otot sekitar sendi, meningkatkan kelenturan, dan mengurangi nyeri. Jika dirasa terlalu repot untuk ke rumah sakit untuk fisioterapi, fisioterapi juga dapat dilakukan secara mandiri seperti berenang.

Pada kasus dimana penanganan dengan obat dan fisioterapi belum memberikan perbaikan, pengobatan dengan injeksi dapat dipertimbangkan terutama untuk mengatasi gejala jangka pendek. Injeksi dimulai dengan menggunakan anti-radang hingga pelumas sendi efektif dalam mengurangi gejala pada osteoarthritis. Pada kasus yang berat dan lanjut usia, operasi hingga penggantian sendi merupakan pilihan yang tepat.


Daftar Pustaka :

  1. Blom, A., Warwick, D., & Whitehouse, M. (Eds.). (2017). Apley & Solomon's System of Orthopaedics and Trauma (10th ed.). CRC Press.
  2. de Rezende MU, de Campos GC, Pailo AF. Current concepts in osteoarthritis. Acta Ortop Bras. 2013;21(2):120-122.
  3. Lee KM, Chung CY, Sung KH, et al. Risk factors for osteoarthritis and contributing factors to current arthritic pain in South Korean older adults [published correction appears in Yonsei Med J. 2015 Mar;56(2):591] [published correction appears in Yonsei Med J. 2016 May;57(3):806]. Yonsei Med J. 2015;56(1):124-131.
  4. Abramoff B, Caldera FE. Osteoarthritis: Pathology, Diagnosis, and Treatment Options. Med Clin North Am. 2020 Mar;104(2):293-311. doi: 10.1016/j.mcna.2019.10.007. Epub 2019 Dec 18.




  May 19, 2021

See More

Manfaat Olahraga Golf Bagi Kesehatan Tul...

Apa saja manfaat olahraga Golf bagi kesehatan tulang?

 

Paparan matahari saat bermain golf sangat bermanfaat bagi terpenuhinya kebutuhan vitamin D. Sumber utama yang baik bagi tubuh untuk mendapatkan vitamin D adalah melalui paparan langsung matahari terhadap tubuh kita. Dengan olahraga golf kita bisa mendapatkan vitamin D langsung dari paparan matahari terhadap tubuh kita. Vitamin D yang kita dapatkan saat bermain golf sangat kita butuhkan untuk kesehatan tulang kita, dimana kita ketahui bahwa kunci utama penyerapan mineral untuk tulang adalah vitamin D. Oleh karenanya olahraga golf sangat berperan dan bermanfaat bagi kesehatan tulang demi terpenuhinya kebutuhan vitamin D untuk penyerapan mineral tulang. Vitamin D menjadi kunci penyerapan mineral ke dalam tulang seperti kalsium dan fosfor. Kekurang vitamin D akan menyebabkan terganggunya penyerapan kalsium, akibatnya tubuh kekurangan kalsium yang dibutuhkan untuk Kesehatan dan kekuatan tulang.

Olahraga golf juga membuat otot otot kita bergerak dan terlatih sehinggga otot otot kita menjadi kuat sehingga secara otomatis membuat tulang kita menjadi kuat karena tulang tulang kita dihubungkan oleh otot. Otot kuat maka tulang kita akan menjadi kuat.

Olahraga golf juga sangat bermanfaat bagi penderita osteoporosis dalam memperkuat tulangnya. Seperti kita ketahui penyakit osteoporosis merupakan penyakit kedua setelah penyakit kardiovaskular sebagai masalah kesehatan utama. Menerapkan program latihan dapat membantu mencegah atau mengobati osteoporosis dengan meningkatkan kekuatan otot, menjaga tulang tetap kuat dan meningkatkan keseimbangan untuk membantu menghindari jatuh. Golf terbukti bermanfaat sebagai olahraga bagi kebanyakan penderita osteoporosis, Olahraga golf dapat membantu memberikan tekanan yang tepat pada tulang untuk membantu mereka menjaga kepadatan dan kekuatan tulang.






Dr Andi Nusawarta, MKes, SpOT(K-Sport)

  May 18, 2021

See More

Pertolongan pertama pada patah tulang

Pertolongan Pertama Pada Patah Tulang


A: “Aduh saya lagi nggak bisa jalan ini, pergelangan kaki bengkak dan sakit sekali”

B: “Memangnya kamu kenapa?”

A: “Saya jatuh dari tangga waktu lagi bekerja dan menumpu di kaki, sampai sekarang sudah seminggu masih belum bisa napak kakinya”

B: “Ke dokter saja gih... Jangan-jangan patah tulang lho...”

A: “Nggak ah, ini kan paling keseleo saja. Sudah diurut juga, katanya ditunggu saja. Lagi pula kalau ke dokter nanti harus operasi, takut ah...”

Percakapan di atas merupakan hal yang sering kali ditemukan di masyarakat, yang menggambarkan masih kurangnya pengertian mengenai patah tulang maupun tindakan kedokteran yang berhubungan dengan patah tulang, oleh karena itu mari kira bahas terlebih dahulu mengenai apa itu patah tulang.

Patah tulang adalah suatu keadaan ketika tulang mengalami kerusakan, disebabkan oleh gaya (tenaga) yang mengenai tulang melebihi daya tahan tulang tersebut. Pada tulang yang kuat, diperlukan gaya sangat kuat untuk menyebabkan patah tulang, misalnya kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian, atau olah raga yang berat. Sebaliknya, tulang dengan daya tahan rendah akan patah disebabkan gaya yang ringan, misalnya terpeleset atau terbentur pada orang tua yang tulangnya keropos.

Terdapat beberapa ciri yang membuat kita curiga terjadi patah tulang. Ketika patah, posisi antara patahan tulang dapat saling bergeser akibat tarikan otot atau gaya gravitasi, sehingga tampak perubahan bentuk. Perubahan bentuk menjadi tidak normal dalam dunia medis disebut deformitas, yang merupakan tanda patah tulang pertama.

Patah tulang juga akan menyebabkan peradangan, yang merupakan respons tubuh untuk memulai proses penyembuhan. Peradangan ini ditandai dengan adanya hangat, kemerahan, bengkak, dan nyeri di sekitar lokasi patah tulang. Daerah yang patah juga tidak dapat berfungsi dengan normal. Adanya peradangan dan gangguan fungsi ini juga merupakan tanda terjadinya patah tulang.

Meski sudah menemukan tanda-tanda patah tulang di atas, masih ada masyarakat yang enggan untuk berkonsultasi kepada dokter. Oleh karena itu kita perlu memahami apa tujuan berobat ke dokter pada kondisi kecurigaan patah tulang.

Tujuan utama konsultasi ke dokter adalah untuk memastikan apakah terdapat patah tulang atau tidak (diagnosis), dan mendapatkan pengobatan yang tepat sesuai kebutuhan (terapi). Proses diagnosis diawali dengan pemeriksaan klinis berdasarkan keluhan dan cerita pasien. Oleh karena itu sangat penting untuk memberikan informasi yang lengkap dan tepat untuk membantu dokter. Pemeriksaan Rontgen akan dilakukan untuk memastikan lokasi dan jenis patah tulangnya.

Setelah menentukan diagnosis, dokter akan memberikan penjelasan yang lengkap mengenai kondisi patah tulangnya, kemudian menjelaskan tindakan pengobatan yang dapat dikerjakan beserta alternatifnya jika ada. Pasien dan keluarga memiliki hak untuk memilih setelah mengerti seluruh penjelasan dokter, hal yang disebut dengan persetujuan tindakan (informed consent).

Kemudian apakah bila dokter mendiagnosis patah tulang maka pasti dioperasi? Untuk menjawab hal tersebut maka kita perlu memahami sifat tulang dan hal-hal apa yang akan mendukung penyembuhan tulang.

Tulang merupakan jaringan yang hidup, oleh karena itu kerusakannya akan diikuti proses penyembuhan. Tulang dinyatakan sembuh bila bagian yang patah menyambung kembali dengan baik dan bagian tubuh tersebut dapat berfungsi kembali dengan baik. Waktu penyembuhan patah tulang bervariasi antara 1,5-3 bulan bergantung jenis tulangnya.

Untuk dapat menyambung, bagian-bagian tulang yang patah harus saling menempel (kontak) dan tidak saling bergerak satu sama lainnya (stabil) selama proses penyembuhan. Bila tidak terpenuhi maka penyambungan akan lambat atau bahkan tidak menyambung. Posisi antara tulang juga harus sejajar sesuai kondisi sebelum patah, bila tidak maka akan terjadi penyambungan yang tidak normal, sehingga fungsi tidak kembali normal. Nutrisi juga berperan penting untuk menjaga proses penyembuhan berjalan lancar. Jika berbagai kondisi di atas terpenuhi, maka patah tulang dapat sembuh meski tanpa operasi. Tindakan operasi hanya akan disarankan oleh dokter spesialis Orthopaedi dan Traumatologi jika prasyarat penyembuhan tulang di atas tidak dapat dipenuhi.

Pilihan pengobatan tanpa operasi misalnya pemasangan gendongan (sling), ikatan (bandage), penyangga (brace), atau gips. Pada kondisi yang memerlukan operasi, maka dapat dilakukan pemasangan pen (implan tulang) baik di bawah kulit maupun di luar sesuai kebutuhan.

Selanjutnya, apabila kita mencurigai patah tulang terdapat beberapa hal yang dapat dilakukan sebelum berkonsultasi ke dokter atau membawa korban ke rumah sakit.

Pertama, hindari kepanikan atau sebaliknya menganggap remeh patah tulang. Ketika terdapat tanda-tanda patah tulang (deformitas, peradangan, dan gangguan fungsi), maka korban harus dianggap patah tulang sampai dapat dibuktikan sebaliknya. Persiapkan korban untuk berobat ke fasilitas kesehatan terdekat yang dapat mendiagnosis patah tulang.

Kedua, hindari menggunakan daerah tubuh yang dicurigai patah tulang dan lakukan pemasangan alat bantu. Bila terjadi pada lengan atas atau bawah, maka dapat dipasangkan gendongan kain untuk mengurangi gerakan pada daerah tersebut, dan lengan dapat beristirahat. Bila terjadi di paha atau tungkai bawah, maka hindari menopang berat badan. Untuk mengurangi nyeri dan memudahkan transportasi, paha atau tungkai bawah dapat dipasangkan penyangga menggunakan sarana yang ada. Pada kecurigaan patah di tulang belakang, baringkan korban di alas yang keras untuk menopang tulang belakangnya.

Ketiga, perhatikan keamanan transportasi korban ke rumah sakit. Korban dengan patah pada lengan atau kaki masih mungkin menggunakan kendaraan pribadi ke rumah sakit, akan tetapi bila curiga patah pada tulang belakang, sebaiknya menggunakan fasilitas Ambulans yang umumnya sudah disediakan oleh pemerintah daerah setempat.

Sebagai tambahan, perhatikan kondisi korban untuk menentukan apakah harus segera ke rumah sakit pada saat itu juga atau dapat ditunda hingga esok hari. Tanda bahaya yang mengharuskan korban dibawa ke rumah sakit sesegera mungkin di antaranya korban terlihat sangat pucat, kesadaran menurun (tidak dapat komunikasi atau pingsan), napas memburu, tangan dan kaki dingin, atau terdapat perdarahan yang sangat banyak. Pada kondisi tersebut segera bawa korban ke Instalasi Gawat Darurat (IGD).

Bila kondisi korban baik, dan direncanakan kunjungan ke poliklinik esok harinya, obat nyeri dapat dikonsumsi untuk mengurangi keluhan. Hindari melakukan manuver pada daerah yang patah misalnya memijat atau urut karena dapat menyebabkan peradangan berlebihan yang tidak baik untuk proses penyembuhan tulang.

Dengan pengetahuan yang benar mengenai penanganan pertama pada patah tulang di atas, diharapkan korban akan tetap aman sebelum mendapatkan pengobatan di rumah sakit.

Berbekal pengetahuan sederhana di atas, maka diharapkan masyarakat dapat mengidentifikasi kecurigaan patah tulang, tidak lagi enggan atau menunda berkonsultasi ke dokter Orthopaedi dan Traumatologi, dan dapat melakukan penanganan pertama untuk menjaga keamanan korban sebelum dibawa ke rumah sakit.


ditulis Oleh : dr. Muharris, Sp.OT(K)

  May 10, 2021

See More

Mielopati Servikal akibat Kista Endoderm...

Mielopati Servikal akibat Kista Endodermal Tulang Belakang pada Anak Usia Dua Tahun: Sebuah Laporan Kasus


Mielopati servikal merupakan suatu kondisi medis yang diakibatkan oleh penekanan tulang belakang leher yang dapat menyebabkan sejumlah kelainan seperti gangguan fungsi motorik halus, kelemahan dan kesemutan pada anggota gerak tubuh, nyeri dan berkurangnya ruang gerak pada tulang belakang leher, nyeri pada lengan dan bahu, ketidakseimbangan serta gangguan gaya berjalan. Mielopati servikal umum dijumpai pada populasi lansia, mayoritas diakibatkan proses degenerative. Namun pada kasus yang jarang, kondisi ini dapat pula ditemui pada populasi anak-anak. Mielopati servikal pada anak dapat disebabkan oleh adanya tumor atau kista pada tulang belakang leher, salah satunya adalah kista endodermal dengan prevalensi sebesar 0,7 hingga 1,3%. Pada laporan kasus ini, ditemukan adanya pasien anak usia dua tahun dengan mielopati servikal akibat kista endodermal di Rumah Sakit Umum Wahidin Sudirohusodo Makassar.

Pada pasien dilaporkan keluhan kesulitan menggerakkan leher serta postur tubuh dan gaya berjalan yang tidak normal sejak enam bulan oleh orangtua pasien. Adanya riwayat trauma dan penyakit lainnya pada pasien juga disangkal. Dari pemeriksaan fisik oleh dokter, tidak ditemukan adanya kelainan maupun tanda-tanda adanya riwayat trauma seperti bengkak atau kemerahan. Namun pada pasien ditemukan sisi tubuh kanan pasien lebih lemah dibanding sisi kiri serta adanya refleks patologis pada kedua sisi tubuh. Dari hasil pemeriksaan penunjang menggunakan MRI ditemukan adanya suatu gambaran mengarah ke mielopati servikal akibat tumor pada tulang belakang leher. Pada pasien kemudian dilakukan tindakan pembedahan untuk mengeluarkan tumor dari tulang belakang leher serta tindakan dekompresi dan laminektomi yang bertujuan untuk mengurangi tekanan pada tulang belakang leher. Setelah dilakukan pemeriksaan pada jaringan yang dicurigai tumor tersebut teridentifikasi jaringan tersebut sebagai kista endodermal.

Mielopati servikal akibat kista endodermal pada anak merupakan kasus yang jarang ditemukan. Sekali diagnosis ditegakkan, tindakan pembedahan harus segera dilakukan untuk mencegah kerusakan lebih lanjut pada sumsum tulang belakang. Kista endodermal biasanya memiliki sifat jinak dan tidak ganas. Namun keberhasilan tindakan pembedahan sangat bergantung dengan lokasi kista dan derajat keparahan kompresi yang ditimbulkan. Beberapa studi menyebutkan tingkat kesembuha pasca operasi adalah sebesar 40 hingga 70% kasus dan hilangnya gejala secara total disebutkan sebesar 20-30% kasus. Oyemolade dkk melaporkan bahwa tingkat kekambuhan kista endodermal adalah sebesar 37% dengan interval waktu antara operasi dan terjadi kekambuhan antara 4 hingga 14 tahun.

Poin penting yang dapat diambil dari kasus ini adalah peran orang tua sangat dibutuhkan dalam deteksi dini kelainan tubuh pada anak. Anak-anak seringkali belum bisa mengekspresikan rasa sakit atau adanya abnormalitas pada tubuh mereka. Dengan adanya deteksi dini oleh orangtua, dari segi pertumbuhan fisik dan perkembangan anak dapat diketahui adanya abnormalitas lebih awal sehingga tindakan dapat segera diambil oleh dokter dan hasil perbaikan klinis atau tingkat kesembuhan yang maksimal dapat dicapai. Hal penting lainnya adalah, monitoring kondisi pasien pasca operasi penting dilakukan untuk mengevaluasi adanya kegagalan operasi maupun penurunan fungsi saraf jangka panjang.


Kondisi pasien sebelum (atas) dan sesudah tindakan pembedahan bawah)

Lokasi: RS Wahidin Sudirohusodo, Makassar



Tindakan pembedahan evakuasi kista dan tindakan dekompresi (A&B), jaringan kista yang berhasil dievakuasi (C)

Lokasi: RS Wahidin Sudirohusodo, Makassar


  May 04, 2021

See More