Cedera lutut - ACL
Cedera ACL merupakan sobekan atau cedera pada ligamen krusiatum anterior (ACL), salah satu serabut jaringan terkuat yang menghubungkan tulang femur (paha) dan tibia (tulang kering). Cedera ACL paling sering terjadi pada aktivitas olahraga yang melibatkan gerakan berhenti atau perubahan arah secara tiba-tiba, lompat dan mendarat - seperti sepak bola, basket dan futsal.
Kebanyakan orang akan mendengar bunyi “pop” saat cedera ACL terjadi. Lutut akan terlihat bengkak, terasa tidak stabil, dan terasa sangat nyeri saat dipakai untuk menumpu beban tubuh.
Penanganan cedera ACL akan berbeda-beda tergantung dari tingkat keparahan cedera, yaitu meliputi istirahat dan latihan fisik rehabilitasi untuk membantu pemulihan kekuatan otot dan stabilitas sendi, atau tindakan operasi untuk menggantikan serabut ACL yang sobek kemudian diikuti dengan program rehabilitasi medis.
Penyebab
Ligamen merupakan serabut jaringan kuat pada tubuh yang menghubungkan tulang satu ke tulang lainnya. ACL merupakan salah satu dari dua ligament yang membentuk konfigurasi silang pada bagian tengah lutut, menghubungkan tulang femur ke tulang tibia dan merupakan struktur penting yang mempertahankan stabilitas sendi lutut.
Cedera ACL sering terjadi pada olahraga dan aktivitas kebugaran yang dapat memberikan beban terhadap lutut, misalnya:
Gerakan berhenti / deselerasi, dan pergantian arah secara tiba-tiba
Gerakan pivot / memutar saat kaki sedang menumpu beban ke lantai
Mendarat setelah lompat dengan posisi yang tidak normal
Benturan langsung ke lutut, misalnya ter-tackling pada sepak bola
Ketika ligamen tercedera, biasanya terjadi sobekan komplit atau sebagian pada jaringan ACL. Cedera berenergi rendah dapat menyebabkan ligamen teregang tetapi masih tetap utuh
Faktor resiko
Terdapat beberapa faktor yang meningkatkan resiko cedera ACL, diantaranya adalah:
Wanita: faktor anatomi, kekuatan otot dan pengaruh hormon
Partisipasi dalam jenis olahraga tertentu: sepak bola, basket, gimnastik, ski, futsal, dll
Melakukan gerakan-gerakan tidak ideal, seperti memutar lutut kedalam saat squating
Menggunakan sepatu / alas kaki yang tidak ideal
Menggunakan perlengkapan olahraga yang tidak optimal
Menggunakan lantai rumput artificial
Kekuatan otot yang tidak akurat
Gejala
Gejala dan tanda cedera ACL biasanya meliputi
Bunyi / sensasi “pop” pada lutut
Nyeri hebat, tidak mampu melanjutkan aktivitas
Bengkak tiba-tiba
Lingkup gerak sendi terbatas
Sensasi instabilitas sendi atau lutut terasa “bergeser”
Lingkup gerak sendi terbatas
Sensasi instabilitas sendi atau lutut terasa “bergeser”
Kapan perlu konsultasi dengan dokter?
Segera cari pertolongan untuk berkonsultasi apabila anda mengalami cedera lutut yang menimbulkan gejala dan tanda dari cedera ACL. Sendi lutut adalah struktur kompleks terdiri dari tulang, ligamen, tendon dan jaringan lain yang merupakan satu kesatuan dinamis. Sangat penting untuk mendapatkan diagnosis akurat dan cepat dalam rangka menentukan keparahan cedera dan mendapatkan tatalaksana yang sesuai.
Investigasi klinis dan radiologi
Saat berkonsultasi dengan dokter, anda akan ditanyakan mengenai gejala-gejala yang dialami, serta riwayat medis yang dimiliki. Dokter akan melakukan pemeriksaan fisik untuk mengevaluasi seluruh struktur lutut yang cedera, dan membandingkannya dengan lutut yang sehat. Mayoritas cedera ligamen pada lutut dapat didiagnosa melalui pemeriksaan fisik yang menyeluruh.
Tatalaksana
Penanganan cedera ACL meliputi penanganan non operatif dan operatif. ACL yang cedera atau putus tidak akan sembuh dengan sendirinya tanpa operasi. Walaupun demikian, penanganan non operatif dapat efektif pada pasien usia tua dengan tingkat aktivitas rendah. Apabila kestabilan umum pada lutut yang tercedera tidak signifikan, dokter akan merekomendasikan penanganan non operatif yang sederhana.
Knee brace akan direkomendasikan oleh dokter untuk melindungi lutut anda dari instabilitas. Untuk memproteksi cedera lebih lanjut, dokter juga akan menyarankan pemakaian kruk (crutches) untuk menghindari pembebanan tubuh pada lutut yang cedera
Fisioterapi akan direkomendasikan setelah bengkak pada lutut berkurang. Latihan fisik spesifik akan disarankan untuk mengembalikan fungsi lutut dan memperkuat otot tungkai terkait.
Penanganan operatif pada ACL dilakukan dengan prosedur rekonstruksi ligamen (mengganti ligamen). Hal ini disebabkan Karena ACL yang telah putus tidak dapat dijahit kembali untuk berfungsi normal. Dokter akan mengganti ligamen ACL anda menggunakan jaringan ligamen lainnya, yang disebut sebagai “graft”. Graft dapat diambil dari berbagai sumber. Paling sering diambil dari tendon hamstring, juga dari tendon patella, dan kadang dari tendon lain tendon quadriceps (paha), peroneous (betis) atau bahkan dari donor alograft manusia.
Terdapat beberapa kelebihan dan kekurang dari masing-masing jenis sumber graft. Anda perlu mendiskusikannya dengan dokter Orthopaedi untuk membantu menentukan pilihan graft yang paling tepat untuk anda. Oleh karena pertumbuhan graft baru memakan waktu cukup lama, cedera ACL membutuhkan waktu 6 bulan atau lebih sebelum seorang atlet dapat melanjutkan aktivitas olahraga paska operasi.
Prosedur operasi untuk merekonstruksi ACL dilakukan melalui arthroscopy menggunakan sayatan yang sangat kecil. Operasi arthroscopy sangat minimal invasif. Keuntungan dari operasi minimal invasif ini adalah nyeri paska operasi yang lebih minimal, durasi rawat lebih pendek dan pemulihan yang lebih cepat.
Komplikasi
Orang yang mengalami cedera ACL memiliki resiko lebih tinggi untuk menderita osteoarthritis lutut, bahkan osteoarthritis tetap berpotensi terjadi walau sudah menjalani operasi rekonstruksi ligamen. Banyak faktor yang memegang peranan penting terhadap terjadinya osteoarthritis paska cedera ACL, seperti; tingkat keparahan cedera awal, cedera struktur lutut lain atau tingkat aktivitas paska tatalaksana.
Pencegahan
Latihan fisik yang ideal dan optimal dapat mengurangi resiko cedera ACL. Pelatih atlet, fisioterapis, dan dokter spesialis lutut dapat menyediakan penilaian, instruksi, dan saran untuk mengurangi resiko cedera tersebut.
Program latihan untuk mengurangi resiko cedera ACL meliputi:
Latihan fisik untuk memperkuat otot — meliputi panggul, pelvis, abdomen — dengan tujuan untuk mencegah atlet memutar lutut ke dalam saat gerakan squating
Latihan fisik untuk memperkuat otot tungkai, terutama hamstring exercises, untuk memastikan keseimbangan ideal pada kekuatan otot
Latihan fisik yang menekankan teknik dan posisi lutut ideal saat mendarat setelah melompat
Latihan meningkatkan teknik saat melakukan gerakan pivoting dan cutting
Perlengkapan olahraga
Gunakan sepatu olahraga dan bantalan / padding yang sesuai. Pemakaian knee brace tidak terbukti dapat mencegah cedera ACL atau mengurangi cedera berulang.
Kesimpulan
Ligamen ACL merupakan salah satu ligamen yang berfungsi untuk mempertahankan kestabilan lutut. Cedera ACL merupakan kondisi yang sering ditemukan khususnya pada individu yang sering beraktivitas olahraga dengan gerakan perlambatan yang cepat ataupun memutar (pivoting) lutut. Cedera ACL dapat diminimalisir ataupun dicegah dengan kiat-kiat yang sesuai.
Tidak semua cedera ACL harus dilakukan operasi. Walaupun demikian, apabila ligamen ACL mengalami sobekan / putus, maka kestabilan lutut akan berkurang secara permanen. Hal ini berdampak pada keterbatasan jenis aktivitas yang dapat dilakukan baik dalam kehidupan sehari-hari maupun aktivitas olahraga. Penanganan cedera ACL dilakukan melalui prosedur operasi dengan menggunakan instrumen arthroscopy, dimana pada prosedur ini komponen ligamen ACL yang putus direkonstruksi menggunakan jaringan donor, pada umumnya menggunakan jaringan tendon dari tubuh pasien sendiri.
Cedera ACL yang tidak terdeteksi atau tidak ditangani dengan baik (non operatif maupun operatif) menimbulkan dampak komplikasi yang merugikan bagi pasien, salah satunya adalah osteoarthritis paska trauma. Oleh sebab itu, cedera ACL sebaiknya ditangani secara dini dan tepat.
Aug 09, 2021
See More
Konsumsi makanan yang dapat mencegah ost...
dr. Yoshi Pratama Djaja, Sp.OT(K)
Diet yang baik merupakan strategi terpenting dan termudah di dalam pencegahan osteoporosis. Nutrisi yang cukup penting untuk mencapai dan menjaga massa tulang yang optimal. Kalsium dan vitamin D merupakan dua komponen yang paling sering disebutkan dalam pencegahan osteoporosis, akan tetapi nutrisi yang dibutuhkan oleh tulang tidak hanya terbatas pada kedua nutrien ini saja. Konsumsi protein, sayuran dan nutrien lainnya juga perlu diperhatikan karena osteoporosis tidak hanya dipengaruhi oleh satu atau dua nutrien saja melainkan pola diet yang merupakan kombinasi kompleks dari berbagai nutrient .
Kalsium dan vitamin D merupakan faktor terpenting dalam metabolisme tulang, di mana keduanya berperan dalam pembentukan matriks mineral tulang yakni kalsium fosfat (hidroksiapatit) yang diperlukan untuk memperkuat tulang. Cara terbaik untuk memperoleh asupan kalsium yang cukup adalah dengan diet yang sehat, namun terkadang sumber nutrisi untuk kalsium ini tidak cukup atau kurang ditoleransi oleh sistem pencernaan. Pada kondisi tersebut, suplementasi kalsium dapat bermanfaat. Sumber terpenting dari kalsium dalam makanan adalah produk susu (susu, yogurt, keju), ikan (terutama yang dapat dimakan dengan tulang seperti sardin atau teri), serta kacang-kacangan.
Homeostasis kalsium di dalam tubuh sendiri diregulasi oleh vitamin D. Sekitar 80-90% vitamin D dibentuk di kulit dengan bantuan pajanan sinar matahari, dan 10-20% sisanya diperoleh dari makanan. Hanya sedikit tipe makanan yang mengandung vitamin D seperti ikan berlemak, jamur dan produk susu yang diperkaya dengan vitamin D. Singkat cerita, tidak ada makanan yang dapat memberikan vitamin D yang adekuat untuk tubuh. Pajanan sinar matahari penting untuk mencegah dan mengatasi kekurangan vitamin D.
Buah dan sayuran dapat memberikan banyak mikronutrien seperti vitamin K, asam folat, magnesium, kalium dan antioksidan seperti vitamin C dan karoten. Konsumsi buah dan sayuran yang lebih tinggi diasosiasikan dengan densitas massa tulang yang lebih baik.
Antioksidan seperti vitamin C dapat menekan aktivitas osteoklas yang merupakan sel yang berfungsi untuk meresorpsi kalsium dari tulang. Di sisi lain, vitamin C juga berperan sebagai kofaktor dalam memicu diferensiasi osteoblast yang berfungsi dalam pembentukan tulang.
Vitamin K merupakan faktor yang penting untuk karboksilasi osteocalcin yang merupakan protein spesifik tulang yang dihasilkan oleh osteoblast. Osteocalcin ini merupakan protein terbanyak dalam matriks tulang dan juga berperan dalam mineralisasi tulang itu sendiri. Kekurangan vitamin K dapat menyebabkan kekurangan osteocalcin yang mengakibatkan proses pengeroposan tulang terkait usia dan fraktur.
Beberapa studi telah membandingkan efek pola diet terhadap densitas massa tulang. Secara umum, pola diet dengan konsumsi buah, sayur, produk susu rendah lemak, gandum, daging ayam, ikan, dan kacang-kacangan memiliki efek yang positif terhadap kesehatan tulang dan secara langsung diasosiasikan dengan densitas massa tulang yang lebih baik serta resiko fraktur yang lebih rendah.
Di sisi lain, diet tinggi lemak yang umumnya berasal dari diet tinggi karbohidrat dan produk lemak dapat menghambat absorbsi kalsium dalam usus dan meningkatkan akumulasi lemak serta obesitas. Hal ini akan berakibat pada penurunan diferensiasi osteoblast dan penurunan pembentukan tulang.
Akhir kata, pola diet sehat yang meliputi buah, sayuran, gandum, daging unggas, ikan, kacang-kacangan dan produk susu rendah lemak, serta menghindari produk makanan yang diproses akan bermanfaat terhadap kesehatan tulang, mengurangi resiko osteoporosis dan fraktur.
Referensi:
1. Sahni S, Mangano KM, McLean RR, Hannan MT, Kiel DP. Dietary Approaches for Bone Health: Lessons from the Framingham Osteoporosis Study. Curr Osteoporos Rep. 2015;13(4):245-255. doi:10.1007/s11914-015-0272-1
2. Muñoz-Garach A, García-Fontana B, Muñoz-Torres M. Nutrients and Dietary Patterns Related to Osteoporosis. Nutrients. 2020;12(7):1986. Published 2020 Jul 3. doi:10.3390/nu12071986
3. Hamidi M, Boucher BA, Cheung AM, Beyene J, Shah PS. Fruit and vegetable intake and bone health in women aged 45 years and over: a systematic review. Osteoporos Int. 2011;22(6):1681–1693
4. Sahni S, Hannan MT, Gagnon D, Blumberg J, Cupples LA, Kiel DP, Tucker KL. High vitamin C intake is associated with lower 4-year bone loss in elderly men. J Nutr. 2008;138(10):1931–1938.
5. Tucker KL, Chen H, Hannan MT, Cupples LA, Wilson PW, Felson D, Kiel DP. Bone mineral density and dietary patterns in older adults: the Framingham Osteoporosis Study. Am J Clin Nutr. 2002;76(1):245–252
Aug 07, 2021
See More
Apakah itu Kanker Tulang ?
Apakah Itu Kanker Tulang?
Kanker tulang sangat jarang terjadi pada orang dewasa. Kanker tulang adalah kanker yang terjadi pada sel-sel yang membentuk tulang. Kanker terjadi ketika sel mulai bertumbuh di luar kendali. Sel di hampir semua bagian tubuh bisa menjadi kanker dan memiliki potensi untuk menyebar ke bagian tubuh lainnya.
Jaringan tulang normal
Untuk memahami kanker tulang, ada baiknya untuk memahami sedikit tentang jaringan tulang yang normal.
Gambar di atas menunjukkan struktur tulang yang normal. Tulang adalah kerangka pendukung dari tubuh. Lapisan luar tulang yang keras terbuat dari tulang kompak (kortikal) melapisi bagian dalam tulang spongiosa (trabekuler) yang lebih lunak. Bagian luar dari tulang ditutupi dengan jaringan fibrosa yang disebut periosteum. Tulang memiliki ruang yang disebut rongga medulla yang berisi sumsum tulang. Jaringan yang melapisi rongga medulla disebut endosteum.
Di setiap ujung tulang terdapat zona tulang yang lunak yang disebut tulang rawan (kartilago). Jaringan tulang rawan terbuat dari matriks jaringan fibrosa yang bercampur dengan dengan zat seperti gel yang tidak mengandung banyak kalsium. Kebanyakan tulang dimulai sebagai tulang rawan, kemudian kalsium masuk ke tulang rawan untuk membentuk tulang. Setelah tulang terbentuk, tulang rawan akan tetap berada di bagian ujung untuk bertindak sebagai bantalan antar tulang. Tulang rawan ini, bersama dengan ligamen dan jaringan lain menghubungkan tulang yang satu dengan tulang lainnya untuk membentuk persendian.
Tulang terbentuk dari 2 macam sel:
Osteoblas adalah sel yang membentuk tulang baru
Osteoklas adalah sel yang melarutkan tulang tua.
Tulang sering terlihat seolah-olah tidak banyak berubah, tetapi sebenarnya sangat aktif. Tulang yang baru selalu terbentuk saat tulang tua mulai larut.
Sumsum tulang dapat berisi campuran sel lemak dan sel pembentuk darah. Sel pembentuk darah berfungsi untuk membuat sel darah merah, sel darah putih, dan trombosit. Ada juga sel lain di sumsum tulang, seperti sel plasma dan fibroblas.
Kanker tulang
Kanker adalah tumor ganas. Keganasan pada tulang bisa dibedakan menjadi keganasan/kanker tulang primer dan kanker tulang sekunder. Kanker tulang primer adalah keganasan yang dimulai di tulang itu sendiri dan disebut sebagai sarkoma. Kanker tulang sekunder adalah keganasan yang dimulai dari organ lain dan telah menyebar ke tulang sehingga disebut sebagai metastasis tulang.
Sarkoma bisa terjadi di tulang, otot, jaringan fibrosa, pembuluh darah, jaringan lemak, serta beberapa jaringan lainnya. Mereka bisa berkembang pada area manapun di tubuh. Mereka dinamai berdasarkan bagian tulang atau jaringan di sekitarnya yang terpengaruh dan jenis sel yang membentuk tumor ganas tersebut.
Osteosarkoma
Osteosarkoma (juga disebut sarkoma osteogenik) adalah kanker tulang primer yang paling umum ditemukan. Kanker bermula di sel tulang. Kanker ini paling sering terjadi pada usia muda dengan rentang usia 10 hingga 20 tahun, tetapi sekitar 10% kasus osteosarcoma bisa berkembang pada orang berusia 60 hingga 70-an. Osteosarkoma paling sering ditemukan berkembang di area dimana tulang bertumbuh paling pesat. Sebagian besar osteosarkoma ditemukan pada tulang sekitar lutut baik yang berasal dari ujung bawah tulang paha ataupun ujung atas tulang betis.
Berdasarkan penampakan dari pemeriksaan mikroskop, jenis osteosarkoma dapat dibedakan menjadi derajat keganasan rendah (jenis parosteal dan low-grade central) atau derajat keganasan tinggi (jenis osteoblastik, kondroblastik, fibroblastik, small cell, telangiectatic, juxtracortical high grade). Derajat keganasan ini merupakan salah satu informasi yang penting untuk menentukan stadium kanker osteosarkoma ini. Penentuan stadium osteosarcoma sangat penting dalam perencanaan tatalaksana lanjutan dan perkiraan perkembangan lanjutan dari osteosarkoma tersebut.
Kondrosarkoma
Kondrosarkoma adalah kanker yang bermula dari sel tulang rawan. Ini adalah kanker tulang primer kedua yang paling umum ditemukan. Kasus ini jarang terjadi pada orang yang lebih muda dari 20 tahun. Setelah usia 20, risiko berkembangnya kondrosarkoma meningkat hingga sekitar usia 75 tahun. Wanita dan pria memiliki risiko yang sama untuk terkena kanker ini. Kondrosarkoma diklasifikasikan berdasarkan hasil temuan pemeriksaan patologi menjadi derajat keganasan rendah, sedang atau tinggi. Semakin rendah derajat keganasan maka semakin lambat kondrosarakoma berkembang dan peluang terjadinya penyebaran tumor ke organ lain lebih rendah.
Tumor Ewing
Tumor Ewing adalah kanker tulang primer ketiga yang paling umum ditemukan. Jarang ditemukan pada orang dewasa yang berusia lebih dari 30 tahun. Kanker ini (juga disebut sarkoma Ewing) dinamai menurut nama Dr. James Ewing, yang pertama kali mendeskripsikannya pada tahun 1921. Sebagian besar tumor Ewing berkembang di tulang, tetapi dapat juga berasal dari jaringan lunak dan organ lain. Tempat yang paling umum untuk kanker ini bertumbuh adalah tulang panjang ekstremitas.
Metastasis tulang
Seringkali ketika seseorang dengan kanker diberitahu bahwa mereka menderita kanker di tulang, dokter berbicara tentang kanker yang telah menyebar ke tulang dari tempat lain. Ini disebut kanker metastasis. Hal ini bisa terjadi dengan berbagai jenis kanker stadium lanjut, seperti kanker payudara, kanker prostat, dan kanker paru-paru. Jadi, jika seseorang menderita kanker paru-paru yang telah menyebar ke tulang, sel kanker di tulang tersebut terlihat dan bertindak seperti sel kanker paru-paru. Karena sel kanker ini masih bertindak seperti sel kanker paru-paru, mereka perlu diobati dengan obat yang digunakan untuk kanker paru-paru.
Tempat yang paling sering terjadi metastasis tulang adalah pada tulang belakang. Tempat lain yang biasa ditemukan juga seperti panggul, tungkai atas, lengan atas, tulang rusuk dan tulang kepala.
Kanker lain yang berkembang di tulang
Kanker lain dapat ditemukan di tulang, tetapi tidak dimulai pada sel tulang yang sebenarnya. Mereka tidak diperlakukan seperti kanker tulang primer. Berikut merupakan beberapa contohnya:
Limfoma non-Hodgkin
Limfoma non-Hodgkin umumnya berkembang di kelenjar getah bening tetapi kadang-kadang berkembang di tulang. Limfoma non-Hodgkin primer pada tulang sering muncul dengan gambaran penyakit yang menyebar ke banyak tulang. Prognosis dari limfoma non hodgkin tulang mirip dengan limfoma non-Hodgkin lainnya dari subtipe dan stadium yang sama. Limfoma primer tulang diberikan penanganan yang sama seperti limfoma yang dimulai di kelenjar getah bening dimana penanganan ini berbeda dengan tata laksana kanker tulang primer.
Multiple Myeloma
Multiple myeloma hampir selalu berkembang di tulang, tetapi ini bukan kanker tulang primer karena sel kanker merupakan kelainan dari sel plasma sumsum tulang (bagian dalam lunak dari tulang). Meskipun menyebabkan kerusakan tulang, multiple myeloma tidak seperti tumor tulang primer dan diperlakukan sebagai penyakit yang tersebar luas. Kadang-kadang, myeloma pertama kali ditemukan sebagai tumor tunggal (disebut plasmacytoma) dalam satu tulang, tetapi sebagian besar dari plasmacytoma akan menyebar ke sumsum tulang lainnya.
Faktor resiko terjadinya kanker tulang
Faktor resiko adalah segala hal yang mempengaruhi angka kejadian terjadinya penyakit seperti kanker. Masing-masing kanker memiliki factor resiko yang berbeda. Sebagai contoh, terpaparnya kulit ke sinar matahari yang kuat dan berlebihan merupakan faktor resiko terjadinya kanker kulit. Merokok merupakan faktor resiko terjadi nya kanker saluran napas. Namun demikian, dengan adanya faktor resiko tersebut tidak berarti individu tersebut pasti akan memiliki kanker, sebaliknya beberapa individu mengidap kanker tanpa faktor resiko yang jelas.
Kelainan genetik
Beberapa jenis kanker tulang (contohnya osteosarkoma) nampaknya bisa disebabkan oleh kelainan / mutasi dari gen tertentu. Retinoblastoma merupakan kanker mata yang jarang ditemukan pada anak namun karakteristiknya bisa merupakan genetik yang di wariskan. Bentuk genetik warisan dari retinoblastoma adalah yang disebabkan oleh mutasi dari gen RB1. Individu dengan mutasi gen tersebut akan memiliki faktor resiko yang meningkat untuk berkembangnya kanker tulang. Begitu pula dengan individu yang menjalani terapi radiasi untuk tatalaksana retinoblastoma, resiko terjadinya osteosarkoma pada tulang mata akan meningkat. Sebaliknya, telah banyak ditemukan individu yang mengidap osteosarkoma tanpa warisan mutasi genetik yang jelas. Kelainan genetik pada individu tersebut belum diketahui hingga saat ini. Multiple osteochondroma (tumor tulang jinak yang bermanifestasi sebagai penonjolan tulang multiple) disebabkan oleh mutasi genetik dari tiga gen yaitu EXT1, EXT2 atau EXT3. Pasien dengan kondisi ini memiliki peningkatan resiko terjadinya kanker tulang kondrosarcoma. Pasien dengan sindrom tuberous sclerosis yang disebabkan oleh mutasi gen TSC1 dan TSC2, nampaknya memiliki resiko yang meningkat terjadinya kanker kordoma.
Penyakit Paget
Penyakit paget tulang merupakan gangguan pada proses regenerasi tulang dimana terjadi proses resorpsi tulang yang berlebihan diikuti dengan peningkatan pembentukan tulang baru. Penyakit ini menyebabkan tulang menjadi tebal namun rapuh sehingga beresiko untuk patah. Kanker tulang (biasanya osteosarkoma) bisa berkembang sekitar 1 % pada penyakit paget apabila banyak tulang yang terdampak.
Radiasi
Pasien dengan riwayat terapi radiasi dosis tinggi (di atas 60 Gy) untuk pengobatan keganasan lain memiliki resiko yang lebih tinggi untuk berkembangnya kanker tulang pada area yang terpapar oleh radiasi.
Trauma
Beberapa pasien khawatir bilamana trauma pada tulang dapat memicu terjadinya kanker. Hal ini belum di buktikan dengan jelas. Kebanyakan pasien kanker tulang selalu mengingat riwayat kejadian trauma sebelumnya pada lokasi yang sama. Tim dokter percaya bahwa trauma demikian bukan penyebab terjadinya kanker tulang. Namun demikian, kanker tulang tersebut menyebabkan pasien mengingat insiden trauma sebelumnya yang menarik perhatiannya ke lokasi tulang terdampak, sehingga membuat mereka sadar akan sebuah penyakit yang telah ada selama beberapa kurun waktu sebelumnya.
Tanda dan Gejala Kanker Tulang
Nyeri
Nyeri pada tulang terdampak merupakan tanda yang paling umum dari kanker tulang. Pada awalnya, nyeri bersifat hilang timbul. Nyeri memberat saat malam hari atau ketika tulang yang terdampak di gunakan beraktifitas, contohnya, nyeri tungkai bawah saat berjalan. Sejalan dengan berkembangnya kanker, nyeri akan berlangsung terus menerus dan akan dirasakan lebih berat saat beraktifitas.
Bengkak
Bengkak pada area nyeri akan muncul beberapa minggu kemudian. Terabanya benjolan atau massa bisa ditemuan pada lokasi tertentu dari tulang yang terdampak.
Patah tulang
Kanker tulang akan membuat struktur tulang menjadi rapuh sehingga bisa menyebabkan patah. Individu dengan fraktur pada kanker tulang akan melaporkan nyeri hebat yang tiba tiba pada tulang, yang telah sakit beberapa waktu sebelumnya
Gejala lain
Kanker pada tulang belakang bisa menyebabkan penjepitan pada saraf tulang belakang yang akan memicu perubahan sensasi atau rasa kebas serta kelemahan pada kekuatan otot ekstremitas. Kanker tulang yang telah berlangsung lama juga dapat menyebabkan penurunan berat badan dan memicu rasa lemah pada tubuh.
Pemeriksaan Penunjang untuk Kanker Tulang
Penegakan diagnosis yang tepat untuk kanker tulang bergantung pada kerjasama multidisiplin oleh dokter spesialis ortopedi ahli onkologi, dokter spesialis radiologi dan dokter ahli patologi anatomi untuk mencapai kesimpulan bersama berdasarkan informasi mengenai temuan klinis, penampakan pada x-rays dan gambaran sel-sel yang di periksa dibawah mikroskop. Penyakit lain seperti infeksi bisa memberika gejala dan hasil radiologi yang mirip dengan kanker tulang. Penyakit tumor tulang sekunder (metastasis) bisa menunjukkan tanda dan gejala yang sama dengan tumor tulang primer, sehingga pemeriksaan biopsy tulang dibutuhkan untuk penegakan diagnosis tersebut.
Pemeriksaan radiologi X-rays.
Kebanyakan kanker tulang bisa terlihat pada x-rays. Gambaran tulang pada lokasi ditemukannya kanker akan menunjukkan gambaran yang kasar / tidak beraturan. Kanker tulang juga dapat menunjukkan gambaran seperti lubang pada tulang. Kadang-kadang dokter menemukan kanker tulang yang telah membesar sehingga melibatkan struktur sekitarnya seperti otot. Ahli radiologi sering kali dapat menyampaikan temuan kanker tulang pada X-rays berdasarkan penampakan lesi tersebut pada X-rays, namun demikian hasil biopsy sangat diperlukan untuk meyakinkan temuan tersebut. Pemeriksaan X-ray paru sering kali dilakukan pada kanker tulang yang di curiga telah menyebar ke paru-paru.
Pemeriksaan radiologi CT-Scans (Computed Tomography Scans)
Pemeriksaan CT Scans bermanfaat untuk memeriksa apakah kanker tulang telah menyebar ke paru-paru. Selain itu CT-Scans juga bisa bermanfaat sebagai pengarah pada biopsi jarum yang dilakukan pada kanker tulang.
Pemeriksaan radiologi MRI (Magnetic Resonance Imaging)
Pemeriksaan radiologi MRI bermanfaat untuk melihat perluasan kanker tulang ke jaringan sekitarnya seperti otot, pembuluh darah dan saraf. Selain itu MRI juga sangat bermanfaat untuk mengevaluasi keterlibatan saraf tulang belakang pada kanker yang melibatkan tulang belakang.
Pemeriksaan Scan Tulang Radionuklida
Merupakan pemeriksaan pencitraan yang menggunakan substansi radioaktif (nuklir). Scan tulang dapat menunjukkan jika sebuah kanker telah menyebar ke tulang tulang lain. Pemeriksaan ini dapat mendeteksi area metastasis yang lebih kecil daripada pemeriksaan X-rays. Scan tulang juga dapat menunjukkan seberapa besar kerusakan pada tulang yang diakibatkan oleh kanker tulang. Sel kanker akan tampak sebagai bagian yang lebih gelap (hot spot) pada hasil pencitraan. Hal ini terjadi karena adanya peningkatan metabolism dan perbaikan tulang pada lokasi sel kanker.
Pemeriksaan PET Scans (Positron Emission Tomography)
Sel kanker memiliki tingkat metabolism yang lebih tinggi dibanding sel-sel tubuh yang normal. Aktifitas yang abnormal ini bisa dideteksi dengan pemindaian PET Scans. PET Scans merupakan pemeriksaan pencitraan untuk mengevaluasi penyebaran sel kanker tulang pada jaringan atau organ lain di seluruh tubuh dengan mendeteksi aktifitas metabolik dari sel-sel tumor tersebut.
Biopsi
Biopsi merupakan tindakan medis yang dilakukan dengan mengambil sampel sel atau jaringan untuk selanjutnya di evaluasi oleh ahli Patologi dengan mikroskop di laboratorium. Hal ini penting dilakukan untuk menunjang diagnosis kanker tulang dari hasil temuan klinis dan radiologi. Bila hasil biopsi menunjukkan kanker, maka ahli patologi bisa membedakan gambaran sel atau jaringan kanker tersebut apakah berasal dari tulang (kanker tulang primer) atau berasal dari organ lain (kanker tulang sekunder). Hal yang sangat penting untuk diketahui adalah tindakan biopsi jaringan kanker tulang seharusnya dilakukan oleh dokter ortopedi ahli onkologi yang berpengalaman dalam mendiagnosis dan melakukan tata laksana lanjut pada kanker tulang tersebut.
Stadium Kanker Tulang
Setelah seseorang terdiagnosis dengan kanker tulang, tim dokter akan menentukan stadium kanker tulang berdasarkan derajat keganasan dan ekstensi lokal dari kanker tulang tersebut. Stadium kanker tulang ini berguna untuk memberikan gambaran seberapa serius berkembangnya kanker tersebut yang akan menentukan perjalanan penyakit kanker tulang dan menentukan tata laksana selanjutnya.
Sistem klasifikasi stadium kanker tulang berdasarkan Musculoskeletal Tumor Society (MSTS) / Enneking adalah sebagai berikut :
I A : derajat keganasan rendah, lokasi intrakompartemen, tanpa metastasis
I B : derajat keganasan rendah, lokasi ekstrakompartemen, tanpa metastasis
II A : derajat keganasan tinggi, lokasi intrakompartemen, tanpa metastasis
II B : derajat keganasan tinggi, lokasi ekstrakompartemen, tanpa metastasis
III : ditemukan adanya metastasis
Sistem klasifikasi berdasarkan American Joint Committee on Cancer (AJCC) edisi ke 7 :
I A : derajat keganasan rendah, ukuran ? 8 cm
I B : derajat keganasan rendah, ukuran > 8 cm atau adanya diskontinuitas
II A : derajat keganasan tinggi, ukuran ? 8 cm
II B : derajat keganasan tinggi, ukuran > 8 cm
III : derajat keganan tinggi, adanya diskontinuitas
IV : metastasis paru
IV B : metastasis lain
Tatalaksana Kanker Tulang Primer
Penanganan kanker tulang dapat dilakukan secara multidisiplin dengan pembedahan, kemoterapi, radioterapi dan rehabilitasi yang melibatkan dokter spesialis ortopedi ahli onkologi, dokter spesialis penyakit dalam atau anak ahli onkologi medis, dokter spesialis onkologi radiasi dan dokter spesialis kedokteran fisik dan rehabilitasi. Pembedahan merupakan terapi utama untuk sebagian besar kanker tulang yang dilakukan oleh dokter ortopedi ahli onkologi. Pada kanker tulang primer, tujuan utama pembedahan adalah mengangkat tumor tulang dengan bersih dan mempertahankan fungsi ekstremitas semaksimal mungkin. Pengangkatan kanker tulang tanpa amputasi dinamakan pembedahan penyelamatan tungkai atau Limb Salvage Surgery (LSS). LSS dilakukan pada kanker tulang yang belum melibatkan struktur saraf dan pembuluh darah utama yang bisa di evaluasi pada pemeriksaan radiologi. Sebaliknya, bila kanker tulang berkembang progresif disertai keterlibatan struktur saraf dan pembuluh darah utama atau ekstensi tumor ke jaringan sekitarnya sangat luas, maka amputasi menjadi pilihan utama pembedahan.
Pada pasien kanker tulang yang sudah bermetastasis maka pada kasus yang masih bisa dilakukan pembedahan pengangkatan kanker tulang nya tetap dilakukan bersamaan dengan metastasectomy. Pada kasus yang tidak memungkinkan untuk dilakukan pembedahan pengangkatan tumor secara keseluruhan maka tata laksana yang dilakukan adalah kemoterapi, radioterapi dan evaluasi ulang tumor primer untuk mengontrol tumor secara lokal (penanganan paliatif).
Radioterapi diberikan melalui pemaparan sinar-X untuk membunuh sel kanker. Kebanyakan kasus kanker tulang tidak dapat dibunuh dengan mudah oleh radiasi dan membutuhkan radiasi dosis tinggi. Namun demikian, dosis tinggi radiasi tersebut bisa merusak jaringan sehat sekitarnya dan juga struktur penting seperti saraf dan pembuluh darah. Hal ini menyebabkan terapi radiasi tidak digunakan sebagai terapi utama untuk sebagian besar kanker tulang. Radiasi eksterna bisa dipertimbangkan pada kasus dengan batas sayatan positif pasca operasi dan kasus yang tidak dapat dioperasi
Kemoterapi merupakan pemberian obat sistemik untuk membunuh sel kanker. Hal ini berarti obat masuk ke dalam pembuluh darah dan bersirkulasi untuk mencapai dan membunuh sel kanker di seluruh tubuh. Manfaat dari kemoterapi bisa untuk meringankan gejala yang ditimbulkan oleh kanker tulang dan untuk mengendalikan penyebaran kanker tulang. Kemoterapi sering digunakan pada protokol pengobatan kanker tulang osteosarkoma dan ewing sarkoma. Kemoterapi juga digunakan pada kanker tulang yang telah menyebar ke paru-paru atau organ lain.
Aug 02, 2021
See More
Pendaftara Calon PPDS
PENDAFTARAN CALON PPDSS
Per tanggal 1 Agustus 2021, Pendaftaran calon PPDS
Orthopaedi dan Traumatologi untuk mendapat
Nomor Kolegium dapat melalui Website
htpps://indonesia-orthopaedic.org (menu College)
Info lebih lengkapnya silakan pilih menu Regulation lalu klik
Kolegium Orthopaedi dan Traumatologi Indonesia :
pilih petunjuk pendaftaran ujian masuk calon PPDS Orthopaedi dan Traumatologi
Aug 01, 2021
See More
HINDARI!!! Posisi duduk yang tidak baik...
Penulis: Dr. dr. Yoyos Dias Ismiarto, SpOT(K), M.Kes, CCD
Pada masa anak-anak, pertumbuhan dan perkembangan berbagai organ tubuh terjadi secara signifikan. Posisi duduk anak sangat berdampak pada pertumbuhan tulang dan pembentukan postur tubuh anak. Berikut akan dibahas beberapa posisi duduk yang salah pada anak:
Posisi duduk huruf W ini dapat mengakibatkan berbagai masalah kesehatan tulang, diantaranya adalah: - Anteversion femoralis merupakan kondisi dimana lutut dan kaki anak berputar dan kakinya terlihat seperti membungkuk - Memperburuk pertumbuhan pinggul - Memperparah kondisi kekakuan otot - Gangguan neurologis
Duduk dengan posisi badan terlalu membungkuk ke depan sehingga pelvis terdorong kearah belakang. Duduk dengan posisi seperti ini terus menerus dapat berisiko terjadinya kifosis pada anak!
Selain slumped position, posisi duduk dengan menopang dagu pada anak juga dapat mengakibatkan kifosis.
Postur tidak seimbang seperti ini memiliki dampak secara tidak langsung terhadap penyakit kronis. Posisi pelvis terdorong ke arah lateral sehingga berisiko menyebabkan scoliosis.
Posisi duduk tanpa penyangga punggung harus dihindari karena dapat mengakibatkan lordosis pada anak
Oleh karena berbagai macam dampak buruk yang dapat ditimbulkan dengan posisi duduk yang salah, mari membiasakan anak untuk duduk dengan posisi yang benar seperti berikut.
a. Tulang belakang dengan kondisi berdiri tegak
b. Pinggang dalam posisi vertikal
c. Posisi sendi paha, lutut dan tumit dengan sudut 90o
d. Pastikan kaki menyentuh lantai
e. Jangan lupa pakai kursi yang memiliki penyangga punggung ya!
Referensi:
1. Lee DE, Seo SM, Woo HS, Won SY. Analysis of body imbalance in various writing sitting postures using sitting pressure measurement. J Phys Ther Sci. 2018;30(2):343-346. doi:10.1589/jpts.30.343 2. Szczygie? E, Zielonka K, M?tel S, Golec J. Musculo-skeletal and pulmonary effects of sitting position - a systematic review. Ann Agric Environ Med. 2017 Mar 31;24(1):8-12. doi: 10.5604/12321966.1227647. PMID: 28378964.
Jul 14, 2021
See More
PENGARUH STERILISASI RADIASI GAMMA TERHA...
PENGARUH STERILISASI RADIASI GAMMA TERHADAP KANDUNGAN GROWTH FACTOR PADA SEDIAAN AMNION SPONGE
Dalam kehidupan sehari-sehari, luka pada bagian tubuh sering terjadi dan dapat menimbulkan komplikasi serius apabila tidak ditangani dengan tepat. Kejadian terjadinya luka semakin meningkat seiring dengan meningkatnya kejadian kecelakaan lalu lintas dalam beberapa dekade terakhir. Perawatan luka yang biasa digunakan hingga saat ini, mempunyai kekurangan yaitu membutuhkan waktu penyembuhan yang cukup lama. Oleh karena itu hingga saat ini muncul beberapa alternatif perawatan luka yang lebih modern, salah satunya adalah amnion sponge.
Amnion sponge adalah salah satu produk turunan dari amnion. Amnion sponge adalah amnion membrane tipis dengan ukuran sekitar 250 ?m yang dicampurkan dengan gelatine sebagai pelekatnya dan diproses menggunakan metode freeze-drying di suhu ruangan. Amnion sponge mempunyai kelebihan sebagai bahan biomaterial karena mengandung berbagai faktor pertumbuhan, seperti transforming growth factor (TGF)-? dan basic fibroblast growth factor (bFGF), sehingga dapat membantu mempercepat proses penyembuhan luka selain juga dapat berfungsi sebagai hemostat yang membuat lingkungan di sekitar luka menjadi moist dengan cara menyerap eksudat dari luka tersebut. Amnion sponge juga memiliki kelebihan lain yaitu mudah didapat, harganya yang terjangkau serta kemudahan dalam penggunaannya.
Dalam proses produksi dari suatu biomaterial, teknik sterilisasi merupakan bagian penting yang tidak terpisahkan dalam usaha untuk mencegah terjadinya penularan atau pencemaran oleh agen penyakit namun tetap diharapkan dapat mempertahankan potensi biologis dari sediaan biomaterial tersebut. Beberapa cara telah dirumuskan untuk melakukan sterilisasi pada biomaterial, yaitu dengan cara thermal dengan moist heat (autoclave) dan dry heat (oven); kimia dengan gas ethylene oxide (EO) dan peracetic acid-ethanol sterilization (PES) dalam kondisi tekanan negatif serta radiasi elektron maupun sinar gamma. Selama ini, teknik sterilisasi yang rutin dipakai di Bank Jaringan RSUD Dr. Soetomo Surabaya untuk sterilisasi produk amnion termasuk amnion sponge adalah dengan radiasi gamma sebesar 25 kGy. Namun masih belum ada data mengenai efek radiasi tersebut terhadap kandungan growth factor pada amnion sponge. Penelitian ini dilakukan untuk mengumpulkan data untuk dapat mengetahui efek dari teknik sterilisasi dengan radiasi gamma sebesar 25 kGy pada pembuatan amnion sponge terhadap kandungan dari growth factor dari amnion sponge.
Penelitian ini menggunakan desain penelitian one group pretest-posttest. Variabel bebas dari penelitian ini adalah sterilisasi radiasi gamma 25 kGy dan variabel tergantung adalah transforming growth factor (TGF)-? dan basic fibroblast growth factor (bFGF) dari amnion membrane, amnion sponge pre dan post radiasi gamma 25 kGy. Pada semua kelompok lalu dilakukan pemeriksaan kadar growth factor, yaitu transforming growth factor (TGF)-? dan basic fibroblast growth factor (bFGF).
Dari hasil pemeriksaan didapatkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara amnion membrane dan amnion sponge pre dan post radiasi. Hal ini terjadi akibat beberapa faktor dalam proses produksinya mulai dari penyimpanan amnion membrane pada suhu yang rendah (-80?C), proses pemotongannya, proses freeze-drying dan proses sterilisasinya. Selanjutnya pada pemeriksaan antara kelompok amnion sponge sebelum dan sesudah radiasi tidak didapatkan perbedaan yang signifikan dalam penurunan kadar growth factor, baik transforming growth factor (TGF)-? maupun basic fibroblast growth factor (bFGF). Temuan ini mengindikasikan bahwa radiasi gamma 25 kGy dapat digunakan sebagai teknik sterilisasi pada sediaan amnion sponge.
Kata kunci: Amnion sponge, radiasi gamma, growth factor, TGF-?, bFGF
Surabaya, 25 November 2020
dr. Raymond Parung
Jun 25, 2021
See More